PERLINDUNGAN DATA PRIBADI
Saat ini, Indonesia belum memiliki kebijakan atau regulasi mengenai
perlindungan data pribadi dalam satu peraturan khusus. Pengaturan mengenai hal
tersebut masih termuat terpisah di beberapa peraturan perundang-undangan dan
hanya mencerminkan aspek perlindungan data pribadi secara umum.
Adapun peraturan perundangan tersebut antara lain; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kearsipan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
(“UU Adminduk”).
Mengenai data pribadi yang berkaitan langsung dengan data elektronik. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (“UU ITE”) merupakan referensi
utama untuk menjawab masalah perlindungan informasi/data pribadi di internet.
A.
Perlindungan Data Pribadi Pengguna Internet
UU
ITE memang belum memuat aturan perlindungan data pribadi secara khusus. Tetapi,
secara implisit UU ini mengatur pemahaman baru mengenai perlindungan terhadap
keberadaan suatu data atau informasi elektronik baik yang bersifat umum maupun
pribadi.
Sedangkan,
hal yang berkaitan dengan penjabaran tentang data elektronik pribadi, UU ITE
mengamanatkannya lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (“PP PSTE”).
Perlindungan
data pribadi dalam sebuah sistem elektronik dalam UU ITE meliputi perlindungan
dari penggunaan tanpa izin, perlindungan oleh penyelenggara sistem elektronik,
dan perlindungan dari akses dan interferensi ilegal.
Terkait
perlindungan data pribadi dari penggunaan tanpa izin, Pasal 26 UU ITE
mensyaratkan bahwa penggunaan setiap data pribadi dalam sebuah media elektronik
harus mendapat persetujuan pemilik data bersangkutan. Setiap orang yang
melanggar ketentuan ini dapat digugat atas kerugian yang ditimbulkan.
Bunyi
Pasal 26 UU ITE adalah sebagai berikut:
1)
Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data
pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
2)
Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini
Dalam
penjelasannya, Pasal 26 UU ITE menyatakan bahwa data pribadi merupakan salah
satu bagian dari hak pribadi seseorang. Sedangkan, definisi data pribadi dapat
dilihat dalam Pasal 1 PP PSTE yaitu data perorangan tertentu yang
disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaan.
Cracking dimaknai sebagai peretasan dengan cara merusak sebuah
sistem elektronik. Akibat cracking selain merusak, dapat juga berupa
hilang, berubah, atau dibajaknya data pribadi maupun account pribadi
seseorang untuk kemudian digunakan tanpa persetujuan pemilik data pribadi.
Persetujuan
sebagaimana dimaksud dalam UU ITE tidak hanya tentang pernyataan “yes”
atau “no” dalam perintah (command) “single click” maupun “double
click”, melainkan harus juga didasari atas kesadaran seseorang dalam
memberikan persetujuan terhadap penggunaan atau pemanfaatan data pribadi sesuai
dengan tujuan atau kepentingan yang disampaikan pada saat perolehan data.
Dengan demikian, penggunaan data pribadi oleh crakcer dalam konteks
perdata merupakan bentuk pelanggaran Pasal 26 ayat (1) UU ITE.
Definisi
data pribadi sebagaimana pasal 26 UU ITE belum cukup menjelaskan apa saja yang
termasuk data perorangan. Oleh sebab itu, masih diperlukan referensi yang
dimaksud data pribadi dalam peraturan perundangan lain. Sebagai contoh, Pasal
84 UU Adminduk menjelaskan data pribadi penduduk yang harus dilindungi
meliputi:
a. nomor KK
(Kartu Keluarga);
b. NIK (Nomor
Induk Kependudukan);
c.
tanggal/bulan/tahun lahir;
d. keterangan
tentang kecacatan fisik dan/atau mental;
e. NIK ibu
kandung;
f. NIK
ayah; dan
g. beberapa isi
catatan Peristiwa Penting.
Terkait
hal tersebut dapat simpulkan bahwa setiap informasi pribadi yang berisi nomor
KK, NIK (nomor KTP), tanggal/bulan/tahun lahir, keterangan tentang kecacatan
fisik dan/atau mental, NIK ibu kandung, NIK ayah, dan beberapa isi catatan Peristiwa
Penting yang ada dalam internet sebagaimana pasal 84 UU Adminduk merupakan
bagian dari sebuah data pribadi yang wajib dilindungi.
Lalu, bagaimana
jika data pribadi Anda hilang, dimanipulasi secara illegal, bocor, atau gagal
dilindungi oleh Penyelenggara Sistem Elektronik (“PSE”)?
Terkait
perlindungan data pribadi oleh PSE, Pasal 15 ayat (2) PP PSTE mengatur
bahwa dalam hal penyelenggara sistem elektronik mengalami kegagalan dalam
menjaga data pribadi yang dikelola, maka PSE diwajibkan untuk menyampaikan
pemberitahuan tertulis kepada pemilik data pribadi.
Bunyi
Pasal 15 ayat (2) PP PSTE:
“Jika terjadi
kegagalan dalam perlindungan data pribadi yang dikelola, Penyelenggara Sistem
Elektronik wajib memberitahukan secara tertulis kepada Pemilik Data Pribadi”
Pasal
ini tidak menjelaskan batasan kegagalan yang dimaksud. Secara umum, kegagalan
ini dapat dikategorikan menjadi 2 (dua), Pertama, kegagalan prosedural
kerahasiaan dan keamanan dalam pengolahan data. Kedua, kegagalan sistem
dari aspek keandalan dan aspek keamanan terhadap Sistem yang dipakai, dan aspek
beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya (lihat Penjelasan Pasal
15 ayat [1] UU ITE).
Terjadinya
kegagalan sistem bisa disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Salah satu faktor eksternal yang sering terjadi adalah adanya cybercrime.
Dilihat dari jenis aktivitasnya, cybercrime dapat berupa hacking,
cracking, phising, identity theft, dll. Dampak kerugian yang timbul antara
lain kebocoran data pribadi, manipulasi data, pelanggaran privasi, kerusakan
sistem, dsb.
B.
Perlindungan Data Pribadi dari Akses dan Interferensi
Ilegal
Bilamana
terjadi cracking yang dapat berakibat hilang, berubah atau bocornya data
yang berifat rahasia maupun data pribadi, UU ITE memberikan perlindungan hukum
terhadap keamanan data elektronik tersebut dari pengaksesan ilegal.
Setiap
perbuatan melawan hukum dengan mengakses sistem elektronik yang bertujuan untuk
memperoleh Informasi/Dokumen Elektronik dengan cara melanggar sistem pengamanan
dianggap sebagai tindak pidana sesuai Pasal 46 jo Pasal 30 UU ITE.
Perbuatan ini diancam dengan sanksi pidana penjara paling lama 6 sampai 8 tahun
dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 sampai Rp800.000.000,00.
Pasal
30 UU ITE selengkapnya berbunyi:
1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan
cara apa pun.
2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan
tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
3)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan
melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
Sedangkan
Pasal 46UU ITEberbunyi:
a.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
b.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
c.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Terkait
perlindungan data pribadi dalam bentuk Dokumen Elektronik atau Informasi
Elektronik, Pasal 32 UU ITE mengatur tentang larangan bagi setiap Orang
untuk melakukan interferensi (mengubah, menambah, mengurangi, melakukan
transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan) terhadap bentuk
Dokumen Elektronik atau Informasi Elektronik tanpa hak dan dengan cara melawan
hukum. Ancaman hukuman atas perbuatan tersebut diatur dalam Pasal 48 UU ITE.
Pasal
32 UU ITE selengkapnya berbunyi:
a.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan
transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
b.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak
berhak.
c.
Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan
data yang tidak sebagaimana mestinya.
Sedangkan
Pasal 48 UU ITE berbunyi:
a.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
b.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
c.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Dalam
perkembangan teknologi, media sosial muncul sebagai saran berkomunikasi gaya
baru. Hal ini tentu berpotensi terjadi penyalahgunaan data pada saat kegiatan
interaksi antara pengguna media sosial. Hal ini dapat terjadi apabila pengguna
merasa informasi maupun data yang tertera maupun dicantumkan dalam jejaring
sosial tersebut, digunakan oleh pihak lain, untuk tujuan yang dianggap
mengganggu, membahayakan bahkan mengancam orang lain. Berdasarkan hal itu maka,
pemilik situs jejaring sosial membuat kebijakan privasi (Privacy Policy) yang
memuat ketentuan mengenai sejauh apa data atau informasi dari pengguna jejaring
sosial dapat diakses atau diketahui oleh pihak selain pengguna akun itu
sendiri.
Apabila
kebijakan privasi tersebut di langgar oleh salah satu pihak, khususnya pihak
penyedia jasa layanan media sosial akan menimbulkan suatu kondisi yang disebut
penyalahgunaan data pribadi, karena pihak penyedia jasa layanan sosial media
menyalahi kesepakatan dengan pengguna, mengenai kewenangan penyedia jasa
layanan media sosial mengolah data pengguna.
Facebook selaku
penyelenggara sistem elektronik menyimpan data selama itu diperlukan untuk
menyediakan produk dan layanan pengguna secara keseluruhan. Biasanya, informasi
yang terkait dengan akun pengguna akan disimpan sampai akun pengguna tersebut
dihapus. Privacy Policy Facebook hanya menjelaskan bagaimana data atau
informasi pengguna itu ditangani oleh Facebook. Pernyataan perlindungan
privasi serta ruang lingkup tanggung jawab hukum Facebook selaku
penyelenggara sistem elektronik terdapat pada Statement of Right and
Responsibilities, dimana terjadi perjanjian kontraktual antara pengguna dan
Facebook selaku penyelenggara sistem elektronik. Apabila terjadi
permasalahan hukum antara pengguna dengan Facebook, sesuai dengan Statement
of Rights and Responsibilities yang telah disetujui oleh pengguna dan Facebook
selaku penyelenggara sistem elektronik maka pengguna setuju untuk :
1.
Menyerahkan segala urusan atau tindakan hukum yurisdiksi
personal yang melekat pada segala jenis subjek hukum, baik perserorangan maupun
badan hukum, pada pengadilan negara bagian atau federal yang berlokasi di Santa
Clara County.
2.
Tunduk pada hukum negara bagian California, Amerika
Serikat, tanpa memandang adanya pertentangan hukum.
Untuk pihak
pengguna yang berada diluar wilayah Amerika Serikat, bersedia data pribadinya
di transmisikan dan diproses di Amerika Serikat.
Tanggung jawab Facebook
selaku penyelenggara sistem elektronik terkait perlindungan data pribadi
pengguna tercantum dengan rinci dalam Statement of Rights and
Responsibilities, yang merupakan dokumen hukum yang bersifat kontraktual
antara pengguna dan Facebook, didalamnya memuat Hak, kewajiban serta
ruang lingkup tanggung jawab Facebook yang disertai dan didukung dengan
dokumen pendukung lain.
Penggunaan data
yang terjadi antara Facebook selaku penyelenggara sistem elektronik
dengan pengguna, tertuang dalam Statement of Rights and Responsibilities.
Pengguna menyetujui untuk tunduk dengan kebijakan yang telah ditetapkan sepihak
oleh Facebook. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa terjadi hal yang
tidak sesuai dengan perjanjian antara pengguna dan Facebook. Diluar hal
tersebut, menurut Undang – undang nomor 10 tahun 2008 tentang informasi dan
transaksi elektronik, ada beberapa hal yang harus dilaksanakan oleh Facebook
selaku penyelenggara sistem elektronik. Salah satu pasal yang melindungi
data pribadi maupun hak-hak pribadi ada pada pasal 26 Undang-undang nomor 11
tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik yang berbunyi :
1.
“Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan
Perundangundangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang
menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan
Orang yang bersangkutan.
2.
Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan
berdasarkan Undang-Undang ini.
Persetujuan
yang dimaksud dalam pasal tersebut mengisyaratkan tidak hanya sekedar setuju
dan bersedia bahwa data pribadinya digunakan, melainkan perlu adanya kesadaran
untuk memberikan persetujuan atas penggunaan atau pemanfaatan data pribadi
sesuai dengan tujuan atau kepentingan yang disampaikan pada saat perolehan
data. Bentuk perlindungan lain dalam peraturan ini tertuang dalam pasal 15
mengenai tindakan preventif mengenai kewajiban penyelenggara sistem elektronik
dalam menyediakan sistem elektronik, yang berbunyi :
1.
Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus
menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung
jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.
2.
Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab
terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.
3.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan,
dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.
Berdasarkan
penjelasan pasal 15 Undang – undang nomor 11 tahun 2008 menerangkan bahwa yang
dimaksud andal, aman serta bertanggung jawab yaitu : “Andal” artinya Sistem
Elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan penggunaannya,
sedangkan “Aman” artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan
nonfisik, dan “Beroperasi sebagaimana mestinya” artinya Sistem Elektronik
memiliki kemampuan sesuai dengan spesifikasinya. “Bertanggung jawab” artinya
ada subjek hukum yang bertanggung jawab secara hukum terhadap Penyelenggaraan
Sistem Elektronik tersebut. Apabila terjadi kerusakan atau kegagalan sistem
yang terjadi maka kewajiban yang harus dilakukan penyelenggara sistem
elektronik berdasarkan pasal 15 ayat 2 PP PSTE, memberitahukan secara tertulis
kepada pengguna. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa penggunaan data yang
dilakukan oleh Facebook terhadap data pengguna tertuang dalam Statement
of Rights and Responsibilities dan Privacy Policy, apabila
penggunaan data tersebut diluar dari dari yang telah diperjanjikan, maka dapat
memenuhi unsur dari pasal 26 Undang – undang nomor 11 tahun 2008 dan dapat
diajukan atas dasar kerugian yang ditimbulkan dari tindakan tersebut. Hal
serupa diperjelas pada pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu
perbuatan dapat dimintai pertanggung jawaban hukum sepanjang memenuhi empat
unsur, yaitu :
1. Adanya
perbuatan.
2. Adanya unsur
kesalahan.
3. Adanya kerugian.
4. Adanya
hubungan sebab akibat antara kesalahan dan kerugian.
Ditinjau dari
Undang undang nomor 11 tahun 2008 dan peraturan pelaksananya beserta peraturan
lain yang terkait, apabila penyalahgunaan data yang dilakukan oleh Facebook memenuhi
unsur diatas, misalnya Facebook melakukan pemindahan data tanpa
sepengetahuan pengguna, dari perbuatan tersebut Facebook tentu menyalahi
perjanjian penggunaan data. Apabila timbul kerugian yang merupakan sebab akibat
dari perbuatan tersebut, maka dari perbuatan tersebut Facebook harus
bertanggung jawab atas perbuatannya. berdasarkan dasar hukum yang ada, yaitu
perjanjian antara pengguna dan Facebook, perbuatan tersebut dapat
diajukan gugatan secara perdata dengan landasan ganti kerugian yang tentunya
akan dilaksanakan di Santa Clara County, California, Amerika Serikat
Ditinjau dalam
pasal 30 undang – undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi
elektronik mengenai pengaksesan secara ilegal yang berbunyi :
1.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem
Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
2.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik.
3.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem
Elektronik dengan cara apa pun dengan
melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
Pasal tersebut
dijelaskan bahwa perbuatan yang dilakukan tanpa hak atau melawan hukum, yang
berarti bahwa melanggar melakukan perbuatan diluar dari cara dan ketentuan yang
wajar dalam mengkases komputer atau sistem elektronik sebagaimana mestinya,
merupakan salah satu unsur untuk memenuhi perbuatan melanggar hukum yang diatur
dalam pasal ini.
Selanjutnya
apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan tujuan tertentu sebagai mana
disebutkan dalam angka 1 hingga 3, yaitu bertujuan memperoleh informasi
elektronik, dan atau dengan cara melanggar, menerobos. melampaui atau menjebol
sistem pengamanan yang ada dengan sengaja dan sadar akan perbuatan nya dapat
digolongkan memenuhi unsur dalam pasal ini secara terpisah maupun keseluruhan.
Perbuatan tersebut diatas merupakan salah satu tindakan yang dapat digolongkan
sebagai penyalahgunaan data, karena menggunakan atau mendapatkan data dengan
cara yang tidak diperkenankan dan diperbolehkan sebagaimana mestinya oleh
peraturan terkait.
Tindakan
penyalahgunaan tersebut yang mungkin saja dilakukan oleh sesama pengguna Facebook
maupun orang lain yang dengan sengaja melakukan perbuatan tersebut, oleh
undang – undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik
tidak diperkenankan, dan diancam dengan hukuman, sebagaimana tertulis dalam
pasal 46, yang berbunyi :
1.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
2.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh
ratus juta rupiah).
3.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara paling
lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan
ratus juta rupiah).
Selain tindakan
pengaksesan secara ilegal, dalam undang undang ini juga diatur mengenai
pelarangan jenis penyalahgunaan data yang berpotensi dilakukan oleh sesama
pengguna terhadap pengguna lain, yaitu terkait penambahan, pemindahan maupun
menyebabkan data pribadi pengguna lain berubah menjadi data publik. Diatur
dalam pasal 32 yang berbunyi sebagaimana berikut :
1.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan
transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik milik Orang lain atau
milik publik.
2.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
3.
Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang bersifat rahasia
menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak
sebagaimana mestinya.
Menurut undang
– undang nomor 11 tahun 2008 diancam dengan hukuman yang disebutkan dalam pasal
48, yang berbunyi :
1.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
2.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
3.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Bapak MJP Sagala yang terhormat
BalasHapussaya sangat setuju dengan paparan yang bapak berikan. Pengaturan mengenai hal tersebut masih termuat terpisah di beberapa peraturan perundang-undangan dan hanya mencerminkan aspek perlindungan data pribadi secara umum. Pemerintah harus segera membuat regulasi mengenai perlindungan data pribadi dalam satu peraturan khusus.
sangat menarik bahasannya..
BalasHapusdengan adanya Produk Hukum yang memuat Pasal-Pasal mengenai Data Pribadi sebagaimana dijelaskan dalam table, maka Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi
BalasHapusperkenalkan nama saya nindia putri (1722500056), kunjungi web di https://atmaluhur.ac.id
Dalam pasal di katakan untuk subjek orang , pertanyaan saya pak tuk bdan hkum sperti kepolisian boleh gak memeriksa hp kita dlm konteks kita gk ad keterkaitan pidana yg di mna melanggar hak privasi sbgaiman d sbut di uu ite pasal 30 no 11 th 2008, contoh ad anak muda nongkrong , tiba2 datang pihak polisi melakukan pemeriksaan , exsternal smpai internal privasi di HP kita tersebut yg dmn ank muda tu gak pny keterkaitan melanggar hukum , hnya sbtas nongkrong .
BalasHapus